Senin, 27 Agustus 2012
Isak Tangis Isam Bin Yusuf
Dikisahkan
tentang seorang yang ahli ibadah bernama Isam Bin Yusuf.Ia adalah seorang Hamba
Allah yang sangat wara’ dan khusu’ dalam salatnya.Namun, ada hal yang selalu
mengusik hatinya.Ia selalu merasa bahwa ibadah yang dilakukan kurang khusu’. Karena
itu, Isam Bin Yusuf selalu bertanya kepada orang yang ia anggap lebih mampu
beribadah secara khusu’ daripada dirinya.
Suatu
hari, Isam menghadiri majelis seorang abid bernama Hatim Al- Asham. Kepadanya
Isam bertanya, “ Wahai Abu Abdurahman ( Nama Panggilan Hatim ), bagaimana cara tuan melaksanakan sholat?”
Hatim
kemudian Menjawab,”Apabila masuk waktu shalat,Aku berwudhu lahir dan batin.”
Mendengar
jawaban itu, Isam Bin Yusuf melanjutkan pertanyaannya, bagaimana wudhu batin
itu?”
Hatim
berkata, “ wudhu lahir adalah seperti biasa, membasuh seluruh anggota wudhu
dengan air. Sementara wudhu batin adalah membasuh anggota wudhu dengan tujuh
perkara, yaitu bertobat, menyesal terhadap dosa yang telah dilakukan, tidak
tergila gila terhadap dunia, tidak mencari pujian dari manusia, meninggalkan
sifat bermegah megahan, meninggalkan sifat khianat dan menipu, dan meninggalkan
sifat dengki.”
Hatim
melanjutkan ucapannya, “ kemudian aku pergi ke masjid. Kupusatkan semua Anggota
tubuhku untuk menghadap ke arah kiblat.Aku berdiri dengan penuh kewaspadaan. Aku
bayangkan Allah berada dihadapanku.Surga disebelah kananku.Neraka disebelah
kiriku.Dan malaikat maut dibelakangku.kubayangkan pula, seolah olah aku berdiri
diatas Shiratal mustaqim. Aku menganggap salatku kali ini adalah yang terakhir
bagiku.Mungkin setelah salat itu, aku akan menghadap ke haribaan Allah
SWT.Kemudian aku berniat dan bertakbir dengan baik.kuresapi makna setiap bacaan
dan doa dalam salatku, kemudian aku ruku’ dan sujud dengan penuh tawaduk dan
merasa hina di hadapan Allah. Aku bertasyahud penuh pengharapan, dan aku
mengucapkan salam dengan penuh keikhlasan. Begitulah salat yang kulakukan
selama 30 tahunini.”
Begitu
selesai Isam Bin Yusuf mendengar keterangan Hatim, Menangislah ia dengan
sekeras kerasnya. Yang terbayang dibenaknya adalah betapa ibadah yang
dilakukannya selama ini sangat tak berarti bila dibandingkan ibadah yang
dilakukan oleh hatim.
Kefasihan dan kearifan seorang anak berusia 10 Tahun
Kholifah umar bin
abdul aziz memerintah pada masa bani umayyah. Suatu hari, wakil dari setiap
wilayah yang ditaklukan datang menghadap umar bin abdul aziz untuk melaporkan
keadaan di wilayahnya masing masing.
Wakil utusan dari
wilayah hijaz dipersilahkan untuk berbicara terlebih dahulu. Begitu melihat
bahwa wakil dari wilayah hijaz adalah seorang anak yang masih belia,kholifah
umar bin abdul aziz berkata, “ wahai anak kecil, biarlah orang orang yang lebih
tua darimu berbicara terlebih dahulu.”
Mendengar teguran
sang kholifah, wakil yang masih anak anak itu lalu menjawab, “ Ya Amirul
Mukminin!sebenarnya manusia dipandang dari dua hal, yaitu hati dan
lidahnya.Apabila Allah SWT telah menganugerahkan kepada seseorang lidah yang
fasih dan hati yang arif, maka orang itu lebih berhak untuk bersuara. Begitu
pula dengan engkau, Wahai Amirul Mukminin! Jika dipandang dari segi Umur, ada
orang yang lebih berhak dan pantas untuk duduk di atas singgasana paduka itu.”
Kholifah Umar Bin
Abdul Aziz sangat kagum dengan jawaban yang diberikan anak kecil tersebut.
Ternyata, kata katanya penuh hikmah dan sangat berisi, hingga membuat
kholifah menyadari kekeliruan ucapannya. “ benar apa yang kau ucapkan, wahai
wakil yang terhormat. Katakanlah bagaimana keadaan negerimu saat ini?”
“ Ya Amirul
Mukminin, kami adalah penduduk yang mendapat kebahagiaan, bukan kesulitan.kami
menghadap paduka bukan untuk mengadukan kekacauan negeri kami. Sebaliknya, kami
ingin melaporkan bahwa kami telah memperoleh apa yang telah kami harapkan,
berkat kepemimpinan paduka yang adil.”
Kholifah Umar Bin
Abdul Aziz merasa kagum terhadap kefasihan dan kebijaksanaan ucapan anak
itu.beliau lalu bertanya, “ berapa usiamu, wahai wakil yang bijaksana?”
Anak itu
menjawab. “ Sepuluh Tahun, Paduka.”
Rasa Kagum
Kholifah Umar Bin Abdul Aziz diwujudkan dalam ucapan doannya, “ Semoga Allah Menetapkan
kefasihan dan kebijaksanaan dalam setiap ucapanmu,nak.”
Minggu, 26 Agustus 2012
Undian Berhadiah Syurga
Ketika rosulullah SAW menyeru
kaum muslim yang mampu berperang untuk terjun ke gelanggang perang badar,
terjadi perdebadan menarik antara saad bin khaitsamah dan ayahnya, khaitsamah. Pada
saat itu, seruan untuk terjun berperang adalah suatu yang sangat ditunggu
tunggu. Kaum muslimin sudah terbiasa diseru untuk membela agama Allah dan
berjihad di jalan-Nya. Karena itu, Khaitsamah berkata kepada anaknya, “ wahai
anakku, aku akan keluar untuk berperang. Kau tinggal saja dirumah, menjaga
wanita dan anak anak.”
“
wahai ayahku, demi Allah janganlah berbuat seperti itu, karena keinginanku untuk memerangi
mereka lebih besar daripada keinginanmu.engkau lebih berhak untuk tinggal
dirumah. Karenanya, izinkanlah aku keluar untuk berperang dan tinggallah engkau
disini, wahai ayahku!” jawab saad.
Kaitsamah
marah, lalu berkata kepada anaknya,” kamu membangkang dan tidak mentaati perintahku!”
Saad
menjawab, “ Allah mewajibkan aku untuk berjihad, dan rosulullah memanggiku
untuk berangkat berperang, sementara engkau meminta sesuatu yang lain
kepadaku.bagaimana mungkin engkau rela melihatku taat kepadamu, tetapi pada
saat yang sama aku menentang Allah dan Rosul-Nya? ”
Khaitsamah
Kemudian berkata “ wahai anakku, kita berdua memang harus memenuhi seruan
Rosulullah. Karena itu, dahulukan aku untuk berangkat! “
Saad
Menjawab, “ Demi Allah, wahai Ayahku. Kalau bukan karena surga, aku akan
mendahulukanmu.”
Khaitsamah
tidak rela mendahulukan anaknya kecuali melalui undian antara dia dan anaknya,
sehingga terasa lebih adil.hasil undian
menunjukkan bahwa saadlah yang harus turun ke medan perang. Ia lalu
turun ke medan badar, dan akhirnya ia mati syahid dalam peperangan itu.
Kini,
giliran khaitsamah berangkat menuju medan peetempuran.tetapi Rosulullah tidak
mengijinkannya. Khaitsamahpun berkata sambil menangis, “ Wahai Rosulullah, aku
ingin sekali terjun dalam perang badar.karena keinginanku yang sangat kuat, aku
lalu mengadakan undian dengan anakku. Tetapi anakku yangmemenangkan undian itu,
sehingga dia yang terlebih dahulu mendapatkan syahid.Kemarin aku bermimpi. Didalam
mimpi itu, aku melihat anakkku berkata kepadaku, “ Engkau harus menemaniku di
surga, dan aku telah mendapatkan apa yang telah di janjikan Allah.wahai Rosulullah, Demi Allah aku sangat rindu untuk
menemaninya di surga. Usiaku telah lanjut dan aku ingin berjumpa dengan
tuhanku,”
Langganan:
Komentar (Atom)












